MsReinata’s Library

A curated reading space shaped by reflection and restraint,
where books are not consumed, but encountered,
and ideas are allowed to unfold in their own time.

Thought Piece
The Quiet Work of Becoming
reflections on healing, growth, and the courage to remain open
>

Risk-Based Licensing, Pemahaman Untuk Pelaku Usaha PP 28 Tahun 2025

Perizinan berbasis risiko tidak dapat dibaca sebagai sekadar penyederhanaan prosedur administratif. Ia adalah perubahan cara negara memahami kekuasaan, tanggung jawab, dan kepercayaan. PP 28 Tahun 2025 lahir pada titik di mana negara menyadari bahwa hukum yang terlalu ketat menciptakan stagnasi, namun hukum yang terlalu longgar melahirkan ketidakpastian. Di antara dua ekstrem itu, pendekatan berbasis risiko mencoba membangun keseimbangan: negara tidak lagi menahan semua aktivitas di pintu masuk, tetapi menuntut pertanggungjawaban yang lebih cerdas sepanjang perjalanan usaha.

Dalam kerangka ini, negara mengubah posisi dirinya sendiri. Ia tidak lagi berdiri sebagai penjaga gerbang yang memeriksa segalanya sebelum usaha berjalan, melainkan sebagai arsitek sistem yang memantau, mengevaluasi, dan menegakkan kepatuhan secara berkelanjutan. PP 28 Tahun 2025 menjadi instrumen yang menata ulang peran tersebut, bukan hanya melalui norma, tetapi melalui desain sistemik yang mengikat hukum, teknologi, dan kewenangan administratif.

Secara yuridis, PP ini menegaskan bahwa perizinan digital bukan ruang abu-abu. Dengan mengonstruksikan OSS sebagai Keputusan Tata Usaha Negara dalam bentuk digital, negara mengambil posisi tegas: setiap legalitas yang lahir dari sistem memiliki akibat hukum penuh. Ini berarti hak dan kewajiban pelaku usaha tidak lagi bersifat abstrak. Keberatan administratif, koreksi, pembatalan, hingga sengketa menjadi bagian yang sah dari ekosistem digital. Di sini, teknologi tidak mengaburkan hukum, ia justru memperjelasnya.

Namun pengakuan tersebut juga membawa konsekuensi serius bagi aparatur dan profesi hukum. Ketika keputusan lahir dari sistem, maka kualitas data, ketepatan input, dan konsistensi antarinstansi menjadi faktor penentu keabsahan hukum. Kesalahan administratif tidak lagi sekadar kesalahan teknis; ia dapat menjelma menjadi cacat hukum. PP 28 Tahun 2025 secara implisit memindahkan sebagian beban kehati-hatian dari meja birokrasi ke meja sistem, dan pada akhirnya, ke manusia yang mengoperasikannya.

Distribusi kewenangan pusat dan daerah dalam PP ini memperlihatkan upaya negara untuk menata ulang relasi yang selama ini tegang. Sentralisasi data dilakukan demi konsistensi nasional, tetapi fungsi pengawasan dan pembinaan tetap menuntut peran aktif daerah. Dengan kata lain, daerah tidak kehilangan kewenangan, tetapi dituntut beroperasi dalam kerangka yang lebih terintegrasi. Di sinilah tantangan terbesar muncul: integrasi regulasi tidak selalu sejalan dengan integrasi kapasitas.

Pendekatan perizinan berbasis risiko sendiri dibangun di atas asumsi rasional bahwa tidak semua kegiatan usaha menimbulkan dampak yang sama. Risiko menjadi alat klasifikasi, bukan stigma. Usaha berisiko rendah tidak lagi dibebani izin yang berlapis, sementara usaha berisiko tinggi justru ditempatkan dalam pengawasan yang lebih ketat dan berkelanjutan. Ini menandai pergeseran etika regulasi: dari kontrol menyeluruh menuju kontrol proporsional.

Namun risiko dalam konteks ini bukan konsep abstrak. Ia diukur melalui parameter yang konkret, jenis kegiatan, skala usaha, lokasi, dampak lingkungan, hingga keterkaitannya dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, penetapan tingkat risiko bukan semata keputusan administratif, tetapi keputusan hukum yang menentukan jenis legalitas, kewajiban pemenuhan standar, dan intensitas pengawasan. Kesalahan klasifikasi risiko dapat berakibat domino, baik bagi pelaku usaha maupun regulator.

Arsitektur OSS RBA kemudian menjadi ruang di mana seluruh konsep ini diwujudkan. OSS bukan hanya portal, tetapi simpul integrasi kebijakan. Setiap legalitas yang diterbitkan, NIB, sertifikat standar, persetujuan, izin, adalah bagian dari rantai hukum yang saling bergantung. Tidak ada lagi dokumen yang benar-benar berdiri sendiri. Ketertiban hukum dalam sistem ini sangat bergantung pada kesadaran bahwa perizinan bukan peristiwa satu kali, melainkan proses berkelanjutan.

Pengawasan berbasis risiko yang diperkuat oleh PP 28 Tahun 2025 juga mengubah logika penegakan hukum administratif. Negara tidak lagi menunggu pelanggaran besar untuk bertindak, tetapi menggunakan data dan indikator risiko untuk melakukan intervensi lebih awal. Dalam teori, ini adalah bentuk negara yang preventif. Dalam praktik, ini menuntut kapasitas analitik, integritas aparatur, dan koordinasi lintas sektor yang belum selalu siap.

Bagi pelaku usaha, terutama UMKM, pendekatan ini membawa paradoks. Di satu sisi, pintu masuk usaha menjadi jauh lebih mudah. Di sisi lain, tanggung jawab pasca-izin menjadi lebih berat dan lebih teknis. Tanpa literasi hukum dan pendampingan yang memadai, kemudahan awal justru dapat berujung pada pelanggaran yang tidak disadari. PP 28 Tahun 2025 secara tidak langsung menegaskan bahwa deregulasi tidak identik dengan bebas dari kewajiban.

Dalam konteks profesi notaris, perubahan ini bersifat struktural. Notaris tidak lagi cukup memahami hukum perdata dan formalitas akta. Ia dituntut memahami ekosistem perizinan berbasis risiko, status hukum legalitas OSS, serta implikasi administratif dari setiap pernyataan dan data yang dimuat dalam akta. Kehati-hatian notaris kini mencakup kemampuan membaca sistem, bukan hanya teks.

Hambatan implementasi yang diakui dalam kerangka PP 28 Tahun 2025 memperlihatkan satu kenyataan penting: reformasi hukum selalu lebih cepat daripada reformasi praktik. Infrastruktur teknologi yang belum merata, kesiapan SDM yang timpang, fragmentasi koordinasi antarinstansi, dan perbedaan tingkat pemahaman masyarakat menjadi tantangan yang tidak dapat diatasi hanya dengan norma. Tanpa strategi implementasi yang konsisten, sistem yang dirancang untuk efisiensi justru berpotensi melahirkan ketidakpastian baru.

Karena itu, solusi yang ditawarkan tidak boleh dibaca sebagai pelengkap, melainkan sebagai syarat keberhasilan. Reformulasi kebijakan turunan, penguatan infrastruktur digital nasional, pengembangan sumber daya manusia, serta mekanisme koordinasi terpadu adalah fondasi yang menentukan apakah perizinan berbasis risiko akan menjadi instrumen keadilan atau sekadar slogan reformasi. Pada akhirnya, PP 28 Tahun 2025 berbicara tentang kedewasaan negara. Negara yang dewasa tidak mengontrol segalanya, tetapi juga tidak melepaskan tanggung jawabnya. Ia mempercayai warganya untuk bertindak, namun menyediakan sistem yang memastikan kepercayaan itu tidak disalahgunakan. Dalam kerangka ini, perizinan berbasis risiko bukan tentang mempermudah atau mempersulit, melainkan tentang menata ulang hubungan antara kebebasan dan tanggung jawab.

Narasi ini mengajak pembaca untuk membaca risk-based licensing bukan sebagai dokumen administratif, tetapi sebagai arsitektur etis tata kelola modern. Karena hukum yang baik bukan hanya yang efisien, melainkan yang dapat dipahami, dijalankan, dan dipertanggungjawabkan, oleh negara, oleh pelaku usaha, dan oleh para penjaga profesinya.

Jika tulisan ini menemanimu lebih lama dari yang kamu duga, mungkin kisah ini belum selesai di sini.

Baca keseluruhan buku secara utuh
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content