MsReinata’s Library

A curated reading space shaped by reflection and restraint,
where books are not consumed, but encountered,
and ideas are allowed to unfold in their own time.

Thought Piece
The Quiet Work of Becoming
reflections on healing, growth, and the courage to remain open

Di Antara Kalian

Janji itu tidak pernah benar-benar patah. Ia hanya dibiarkan menggantung terlalu lama, sampai akhirnya menjadi bagian dari udara, ada, tapi tidak lagi disentuh. Pada awalnya, semuanya terasa aman karena belum ada yang benar-benar dipertaruhkan. Kata “nanti” terdengar seperti ruang yang luas. Tidak ada yang sadar bahwa “nanti” adalah cara paling halus untuk menghindari keputusan.

Hubungan itu tumbuh tanpa definisi yang jelas. Bukan karena tidak ada perasaan, tetapi karena masing-masing takut memberi nama pada sesuatu yang mungkin tidak bisa dipertahankan. Di situlah jarak mulai bekerja. Bukan jarak fisik, melainkan jarak keberanian. Setiap kali satu ingin melangkah, yang lain memilih menunggu. Dan menunggu, jika dilakukan terlalu lama, berubah menjadi kebiasaan yang melelahkan.

Tiara Dewi hadir bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai kemungkinan. Ia tidak datang untuk merebut, hanya untuk hadir sepenuhnya, mendengar tanpa setengah hati, menjawab tanpa mengulur. Kehadirannya tidak mengacaukan, justru merapikan. Dan kadang, itulah yang paling mengguncang: ketika seseorang tidak meminta apa-apa, tetapi membuat kita mempertanyakan mengapa selama ini kita selalu menunda.

Line satu selalu muncul di saat yang salah. Panggilan-panggilan singkat itu membawa nada yang terlalu akrab untuk diabaikan, namun terlalu singkat untuk dijadikan pegangan. Lima menit menjadi simbol: cukup lama untuk berharap, terlalu singkat untuk menjelaskan. Di bawah cahaya neon, wajah-wajah tampak jelas, tetapi niat tidak pernah benar-benar terbaca. Kota menjadi saksi bisu bagi percakapan yang berhenti sebelum sampai pada inti.

Surat-surat mulai mengambil peran yang tidak bisa diambil oleh suara. Ada yang ditulis dengan tangan gemetar lalu diselipkan di buku. Ada yang diketik panjang lalu disimpan sebagai draf. Ada pula yang hanya hidup sebagai kalimat di kepala, diulang sebelum tidur, lalu menguap saat pagi datang. Waktu tidak menghapus perasaan; ia hanya mengubah bentuknya menjadi sesuatu yang lebih sulit dikenali.

Nama Angga Margana hadir bersama dentang bola terakhir, penanda bahwa satu bab telah selesai, meski tidak pernah diumumkan secara resmi. Dentang itu seperti pengingat bahwa ada hal-hal yang tidak menunggu kesiapan emosional kita. Hari-hari berlalu dengan ritme baru. Rutinitas menutupi kehilangan dengan cukup rapi, tetapi tidak sempurna. Ada momen-momen kecil yang bocor: aroma kopi yang sama, lagu lama di radio, kunci yang terasa lebih berat di saku karena memuat terlalu banyak kenangan.

Tujuh tahun bukan sekadar angka. Ia adalah kumpulan kebiasaan, lelucon internal, dan rencana yang tidak pernah jadi. Ia adalah masa di mana seseorang tumbuh, sementara yang lain menunggu. Dan menunggu, jika tidak diiringi arah, perlahan menggerus rasa percaya. Bukan karena cinta berkurang, tetapi karena kelelahan bertambah.

Pintu akhirnya terbuka bukan karena ada dorongan kuat, melainkan karena engselnya sudah terlalu lama menahan. Di baliknya, satu kunci memegang dua rahasia. Kotak yang sama menyimpan dua kemungkinan hidup yang berbeda. Memilih terasa seperti pengkhianatan terhadap versi diri yang lama, tetapi tidak memilih terasa seperti mengkhianati diri yang sekarang.

Surat yang tak pernah kembali bukan karena alamatnya salah, melainkan karena keberanian datang terlambat. Ada kalimat-kalimat yang terlalu jujur untuk dikirim, karena kejujuran itu akan memaksa perubahan. Perpisahan pagi terjadi tanpa drama. Tidak ada adegan besar, tidak ada air mata yang disengaja. Hanya kesadaran sunyi bahwa beberapa hubungan tidak berakhir karena salah, tetapi karena tidak pernah benar-benar diperjuangkan pada waktu yang tepat.

Surat terakhir tetap tidak dikirim. Ia disimpan sebagai bentuk penghormatan, bukan pada orang lain, melainkan pada proses menjadi dewasa. Tidak semua perasaan harus diserahkan agar dianggap nyata. Beberapa cukup diakui, lalu dilepaskan dengan hormat.

Di antara kalian, di antara pilihan yang tidak diambil, kata-kata yang tidak diucapkan, dan waktu yang terus berjalan, hidup menemukan jalannya sendiri. Tidak ada yang sepenuhnya menang, tidak ada yang benar-benar kalah. Yang ada hanyalah manusia-manusia yang belajar bahwa cinta tidak selalu soal bertahan, tetapi juga tentang tahu kapan harus berhenti menunggu

Jika tulisan ini menemanimu lebih lama dari yang kamu duga, mungkin kisah ini belum selesai di sini.

Baca keseluruhan buku secara utuh
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content